TARI NIAS (BALUSE BA TOHO)
Dalam tarian Tradisional Nias, Ono Niha menggunakan BALUSE BA TOHO
sebagai peralatan tarian perang. BALUSE berasal dari bahasa Nias (Li
Niha) yang artinya adalah PERISAI; TOHO berarti TOMBAK.
BALUSE BA TOHO (Perisai dan Tombak) yang digunakan dalam tarian perang
adalah yang terbuat dari ukiran batang kayu yang sudah diukir sedemikian
rupa yang memberikan ciri khas tersendiri.
Dalam Tarian Perang, BALUSE BA TOHO digunakan bersamaan oleh penari yang
khususnya adalah kaum adam/ para Pria. Ketika tarian diberlangsungkan,
BALUSE BA TOHO ini akan dipertunjukkan layaknya sedang berada di medan
tempur dimana penari akan menunjukkan ketangkasannya sebagai pembela
yang gagah dan berani. Historically, BALUSE BA TOHO ini dipergunakan
oleh Ono Niha sebagai alat Perang. TOHO/ TOMBAK digunakan untuk
melakukan aksi penyerangan terhadap musuh/lawan, sedangkan
BALUSE/PERISAI dipergunakan untuk menahan serangan dari arah
lawan/musuh. Alat lain yang seiring penggunaannya adalah
BELEWAGARI.BELEWAGARI adalah bahasa Nias (Nias Selatan- South Nias),
yang berarti Parang yang panjang dan sangat tajam yang sarungnya dibuat
dari ukiran kayu untuk mencirikhaskan tradisi ONO NIHA (Masyarakat
NIAS).
TORTOR KARO
Tari Ndurung
Zaman dahulu kala, di dataran tinggi
Karo Prop. Sumut. tinggalah seorang raja dengan istrinya beserta putri
mereka yang sangat cantik. Pada suatu hari, putri raja sakit. Maka ratu
menanyakan putrinya apa yang diinginkannya supaya dia cepat sembuh,
kemudian putri raja tersebut mengatakan bahwa dia menginginkan seekor
ikan dari perkebunan padi dan buah palma. Setelah itu raja memerintahkan
rakyat supaya mencari apa yang diinginkan putrinya. Tarian ini
menggambarkan bagaimana masyarakat Karo melakukan kegiatan mereka
sehari-hari seperti bekerja di perkebunan padi, di lapangan dan
mengambil buah palma dari hutan.
Tari Ndikkar
Ndikkar adalah bentuk pertahanan diri
tradisional Karo atau Pencak Silat yang tumbuh dan berkembang
bersama-sama dengan kebudayaan masyarakat Karo. Ndikkar memiliki
ciri-ciri : gerakan yang sangat lambat dan lembut tetapi di saat-saat
tertentu gerakan tarian ini akan terlihat keras dan cepat. Khususnya
masyarakat Karo, mereka mempelajari Pencak Silat hanya untuk pertahanan
diri sendiri, tetapi sekarang tarian Ndikkar sebagian besar telah
menjadi tarian kebudayaan.
Tari Baka
Zaman dahulu kala, masyarakat di dataran
tinggi Karo masih mengandalkan orang pintar atau paranormal. Hampir
semua masalah yang ada disampaikan kepada orang pintar atau paranormal.
Khususnya untuk masalah penyakit, masyarakat akan membawanya kepada
orang pintar untuk disembuhkan. Dalam proses penyembuhannya orang pintar
atau paranormal menggunakan sebuah keranjang dan mangkok khusus untuk
tempat ramuan-ramuan obat. Oleh karena itu tarian ini menggambarkan
bagaimana orang pintar atau paranormal tersebut menyembuhkan orang yang
sakit.
Tari Tongkat
Beberapa
tahun yang lalu masyarakat Karo masih mempercayai adanya kekuatan gaib
dan roh halus. Dalam beberapa kegiatan kebudayaan, manusia yang memiliki
ilmu gaib masih berperan penting untuk berhubungan dengan roh-roh
halus. Tari Tongkat ini menggambarkan bagaimana manusia yang memiliki
ilmu gaib ini mengusir roh-roh jahat yang masuk ke suatu tempat di
pedesaan. Manusia tersebut menggunakan sebuah tongkat khusus yang
disebut tongkat malaikat dan tongkat panaluan.
TORTOR MANDAILING
Kesenian tradisional tari Tor-tor merupakan sebuah hajatan atau
penyambutan yang biasa dilakukan oleh suku Mandailing (Batak), Sumatra
Utara untuk para tamu yang dihormati. Tari Tor-tor biasanya diiringi
dengan sajian alat musik gondang 9.
Pada masa kolonial, kesenian ini menjadi hiburan para raja dan sebagai
bentuk perlawanan terhadap serdadu Belanda. Ada bunyi tertentu yang
ditabuh, menandakan kedatangan serdadu Belanda. Ketika gondang
dibunyikan, masyarakat diminta mengungsi.
Suku Mandailing pun berbeda-beda dalam menyebut alat musik gondang.
Mandailing yang bermukim di wilayah Angkola, Sidimpuan, Tapanuli
Selatan, mengenal dengan sebutan gondang 2. Sebelumnya disebut gondang 7
di tiga wilayah itu. Hanya di Mandailing Natal yang sebutannya tetap
sampai sekarang, gondang 9.
Adanya perubahan sebutan gondang 7 menjadi gondang 2 karena kesenian
budaya ini sempat dilarang pada masa penjajahan. Mengingat sering
digunakan sebagai bentuk perlawanan terhadap kompeni
Dari asal usul tari Tor-tor dan alat musik gondang 9 diatas tergambar
dengan jelas bahwa kesenian ini adalah 100% milik bangsa Indonesia.
Untuk itu kita sebagai warna negara Indonesia sudah sepatutnya untuk
terut serta mebudidayakan tari Tor-tor, dan juga menjaganya agar tidak
diambil oleh negara lain. Pepatah bijak mengatakan "Sesuatau baru akan
terasa sangat berharga jika itu sudah hilang dari genggaman kita".
TOR TOR
Tortor Batak kini menyedot perhatian masyarakat Indonesia, khususnya
masyarakat Batak. Berbagai komentar di situs jejaring sosial seperti
facebook dan twitter sangat ramai dan menunjukkan kegeraman yang
ditujukan ke negeri jiran Malaysia.
Hal ini berawal dari berita di Bernama.com yang mengatakan bahwa
Menteri Penerangan Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia, Datuk Seri Dr
Rais Yatim Tari akan mendaftarkan tarian tortor dan gordang sembilan
dalam warisan budaya nasional Malaysia. Kedua kesenian itu akan
didaftarkan dalam Seksyen 67 sebagai Akta Warisan Kebangsaan 2005. Rais
menyampaikan rencana itu saat gathering masyarakat Mandailing di
Malaysia.
Pernyataan Rais itu langsung memicu reaksi keras masyarakat Indonesia
apalagi selama ini Malaysia sudah banyak mengklaim warisan budaya
Indonesia sebagai miliknya. Mampukah Malaysia mengklaim tortor ini yang
jelas-jelasnya milik suku Batak dan tidak mudah melakonkannya?
Untuk lebih memahami tortor dan segala aspek yang berhubungan dengannya, mari kita simak sekilas sejarah tortor berikut.
Menurut sejarah, awalnya tari tortor dilakukan saat acara ritual yang
berhubungan dengan roh. Roh tersebut dipanggil dan “masuk” ke
patung-patung batu (merupakan simbol dari leluhur), lalu patung tersebut
bergerak seperti menari. Banyak jenis tortor yang digunakan etnis batak
dalam setiap acara yang dilakukan. Ada yang dinamakan tortor
Pangurason (tari pembersihan). Tari ini biasanya digelar pada saat pesta
besar dimana terlebih dahulu tempat dan lokasi pesta dibersihkan
sebelum pesta dimulai agar jauh dari mara bahaya dengan menggunakan
jeruk purut. Ada juga tortor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan). Tari ini
biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja. Tari ini juga berasal
dari 7 putri kayangan yang mandi disebuah telaga di puncak gunung pusuk
buhit bersamaan dengan datangnya piso sipitu sasarung (Pisau tujuh
sarung). Kemudian ada tortor Tunggal Panaluan yang biasanya digelar
apabila suatu desa dilanda musibah, maka tunggal panaluan ditarikan oleh
para dukun untuk mendapat petunjuk mengatasi musibah tersebut. Ada lagi
tortor sigale-gale yang dilakonkan sebuah patung kayu yang
menggambarkan rasa cinta seorang raja terhadap anak tunggalnya yang
meninggal akibat serangan penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
Dalam manortor (menari) secara umum menggambarkan permohonan kepada
roh-roh leluhur agar diberi keselamatan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan
rezeki yang berlimpah. Saat manortor banyak pantangan yang tidak
diperbolehkan, seperti tangan sipenari tidak boleh melewati batas
setinggi bahu keatas, bila itu dilakukan berarti sipenari sudah siap
menantang siapapun dalam bidang ilmu perdukunan, atau adu pencak silat,
atau adu tenaga batin dan lain lain.
Didalam manortor (menari) orang Batak selalu menggunakan Ulos dan alat
musik ( gondang ) yang terdiri dari ogung sabangunan yang terdiri dari 4
ogung. Kalau kurang dari empat maka dianggap tidak lengkap. Akan lebih
lengkap lagi kalau ditambah dengan alat kelima yang dinamakan Hesek.
Kemudian Tagading yang terdiri dari 5 buah, dan Sarune (sarunai harus
memiliki 5 lobang diatas dan satu dibawah).
Tortor biasanya didahului dengan Gondang Mula-mula, Gondang Somba,
Gondang Mangaliat, Gondang Simonang-monang, Gondang Sibungajambu,
Gondang Marhusip, dan seterusnya yang diakhiri dengan Gondang Hasahatan
Sitio-tio.
Secara garis besar, terdapat empat gerakan dalam tortor. Pertama adalah
Pangurdot, gerakan yang dilakukan kaki, tumit sampai bahu. Kedua adalah
Pangeal, merupakan gerakan yang dilakukan pinggang, tulang punggung
sampai bahu/sasap. Ketiga adalah Pandenggal, yakni gerakan tangan,
telapak tangan dan jari-jarinya. Gerakan keempat adalah Siangkupna yakni
menggerakan bagian leher.
Dalam acara tortor biasanya harus ada orang yang menjadi pemimpin
kelompok tortor dan pengatur acara (peminta gondang) yang berkemampuan
untuk memahami urutan gondang dan jalinan kata-kata serta umpasa dalam
meminta gondang.
Saat ini makna dan tujuan tortor semakin berkembang. Tortor sudah tidak
lagi diasumsikan lekat dengan dunia roh. Tortor menjadi sebuah budaya
dan seni yang sudah dikenal masyarakat dunia sebagai budaya tanah air.
Tortor yang dilakukan saat ini mencakup pesta adat perkawinan, pesta
peresmian rumah parsattian, pesta tugu, pesta membentuk
huta/perkampungan, bahkan kalangan pemuda menggelar "pesta
naposo"sebagai ajang hiburan dan perkenalan (mencari jodoh). Pesta
Naposo, di beberapa daerah disebut juga pesta rondang bulan (Samosir),
pesta rondang bintang (Simalungun).
Dalam rangka rangka pelestarian seni budaya, tortor sudah sering
diperlombakan dalam bentuk festival tortor. Bahkan dalam setiap acara
perayaan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, berbagai kecamatan di wilayah
Silindung, Humbang I, Humbang II, Toba dan Samosir menggelar Festival
Tortor Tingkat Kabupaten, dan selanjutnya juara-juara menjadi peserta
pada Festival tortor di tingkat Propinsi.
Tarian budaya suku Batak ini sudah seringkali muncul di televisi sebagai
bagian dari kekayaan budaya Indonesia. Hampir setiap turis asing yang
telah mengunjungi Sumatera Utara, telah mengenal tortor dan mereka
sering ikut manortor. Apalagi jika ada acara-acara resmi yang dilakukan
pemerintah untuk menyambut para wisatawan asing, tortor digunakan
sebagai hiburan dalam menyambut mereka.
Perkembangan selanjutnya hingga memasuki abad modern, masyarakat Batak
membawa seni budaya ini ke tanah perantauan di luar Tapanuli hingga ke
luar negeri yang memberi hiburan ke masyarakat dunia dan menjadi simbol
etnis Batak.
Bagaimanapun juga, tortor Batak adalah identitas seni budaya Indonesia
yang harus dilestarikan dan tidak lenyap oleh perkembangan zaman dan
peradaban manusia. Dalam tortor Batak terdapat nilai-nilai etika, moral
dan budi pekerti yang perlu ditanamkan kepada generasi muda. HORAS..
TARI SERAMPANG DUA BELAS
Tari Serampang Duabelas merupakan
kesenian tari tradisional yang berasal dari Melayu. Waktu itu berkembang
di bawah Kesultanan Serdang. Tarian Serampang Dua Belas diciptakan oleh
Sauti pada tahun 1940-an dan digubah ulang oleh penciptanya antara
tahun 1950-1960. Sebelum bernama Serampang Duabelas, tarian ini bernama
Tari Pulau Sari, sesuai dengan judul lagu yang mengiringi tarian ini,
yaitu lagu Pulau Sari.
Mengapa Tari Pulau Sari diganti dengan nama tari Serampang Dua belas.Inilah alasannya :
• Nama Pulau Sari kurang tepat karena
tarian ini bertempo cepat (quick step). Menurut Tengku Mira Sinar, nama
tarian yang diawali kata “pulau” biasanya bertempo rumba, seperti Tari
Pulau Kampai dan Tari Pulau Putri. Sedangkan Tari Serampang Duabelas
memiliki gerakan bertempo cepat seperti Tari Serampang Laut. Berdasarkan
hal tersebut, Tari Pulau Sari lebih tepat disebut Tari Serampang
Duabelas. Nama duabelas sendiri berarti tarian dengan gerakan tercepat
di antara lagu yang bernama serampang .
• Penamaan Tari Serampang Duabelas
merujuk pada ragam gerak tarinya yang berjumlah 12, yaitu: pertemuan
pertama, cinta meresap, memendam cinta, menggila mabuk kepayang, isyarat
tanda cinta, balasan isyarat, menduga, masih belum percaya, jawaban,
pinang-meminang, mengantar pengantin, dan pertemuan kasih. Penjelasan
tentang ragam gerak Tari Serampang Duabelas akan dibahas kemudian.
Menurut Tengku Mira Sinar, Asal usul
tari Serampang Dua Belas merupakan hasil perpaduan gerak antara tarian
Portugis dan Melayu Serdang. Pengaruh Portugis tersebut dapat dilihat
pada keindahan gerak tarinya dan kedinamisan irama musik pengiringnya.
Asal usul tari Serampang Dua Belas
berkisah tentang cinta suci dua anak manusia yang muncul sejak pandangan
pertama dan diakhiri dengan pernikahan yang direstui oleh kedua orang
tua sang dara dan teruna. Oleh karena menceritakan proses bertemunya dua
hati tersebut, maka tarian ini biasanya dimainkan secara berpasangan,
laki-laki dan perempuan. Namun demikian, pada awal perkembangannya
tarian ini hanya dibawakan oleh laki-laki karena kondisi masyarakat pada
waktu itu melarang perempuan tampil di depan umum, apalagi
memperlihatkan lenggak-lenggok tubuhnya.